blog-indonesia.com

Minggu, 19 Juni 2011

Selamat Tinggal Abang Tambal Ban

TEMPO Interaktif, Jakarta - Arifuddin menunggangi sepeda motornya membelah aspal Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari Surabaya, tujuannya ke Yogyakarta, sejauh 267 kilometer, mengunjungi teman. Tiba-tiba ban belakangnya ogel-ogelan karena kehabisan udara. "Kena paku," ujarnya. Celingak-celinguk mencari bantuan, hanya gelap yang ia dapati. Sendirian di tengah malam, dia menuntun Honda Megapro, yang berbobot lebih dari 100 kilogram, melewati hamparan sawah serta kebun sampai keringat mengucur deras dan napasnya "Senin-Kamis". Lajang 23 tahun ini memutuskan bermalam di sebuah pom bensin, baru meneruskan misi mencari tukang tambal ban keesokan harinya.

Dia ingin melupakan pengalaman pahit tahun lalu itu. Bersama dua rekannya di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, dia menciptakan mesin tambal ban elektrik, yang dinamai Tab-Trik Portable. "Konsepnya sangat sederhana," ujar Arifuddin kepada Tempo pekan lalu. Komponen utamanya adalah pemanas dari baja tahan karat atau stainless steel bergaris tengah lima sentimeter. Seperti di tukang tambal ban, pemanas berguna merekatkan tambalan pada karet ban. Daya panas datang dari listrik. Mahasiswa asal Jepara, Jawa Tengah, ini memasang dua kabel, lengkap dengan pentolannya, sehingga pengguna bisa memilih sumber setrum-dari colokan rumah atau aki sepeda motor. Dari aki berdaya 5 ampere dan 12 volt, inverter mengubah setrum DC jadi AC.

Panas berasal dari lilitan kawat pemanas solder, yang menghasilkan suhu 150 derajat Celsius pada lempengan baja. Arus listrik yang masuk juga melewati unit pengatur waktu, yang mati dalam 13 menit. "Kurang dari itu tambalan tidak merekat maksimal. Tapi, kalau lebih, ban bisa meleleh," kata mahasiswa jurusan teknik elektro tingkat akhir itu.

Arifuddin, Rizal Daus, 26 tahun, dan Sugianor, 22 tahun, merancang alat ini tahun lalu. Rekan satu rumah kos di Jalan Arif Rahman Hakim, Keputih, Surabaya, ini mengikuti Pekan Kreativitas Mahasiswa yang diadakan Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional pada Oktober 2010. Arifuddin dkk. termasuk di antara 5.000 kelompok yang terpilih mendapat dana penelitian. Pada April lalu, mereka kebagian Rp 6 juta untuk mewujudkan rancangannya.

Karena konsepnya sudah matang, tiga sekawan itu tak menemui banyak kesulitan. Bongkar-pasang dilakukan di laboratorium. Kadang dilanjutkan di tempat kos, yang hanya berjarak sepelemparan batu dari kampus. Mereka mengaku kesulitan membentuk casing dari aklirik. Desain beberapa kali berubah untuk menyesuaikan pembungkus dengan jeroannya. Hampir sebulan, mesin tercipta. Berbentuk kotak berukuran sepuluh sentimeter persegi, dilengkapi laci imut untuk menyimpan lem, karet penambal, pembuka pentil ban, dan aluminium foil.

Belum sempurna memang. Dosen pembimbing mereka, Joko Susila, mengatakan tampilan perangkat itu masih acakadut. "Desainnya masih perlu diperhalus," kata pengajar teknik pengaturan ini.

Tab-Trik Portable ibarat kios tambal ban yang bisa dibawa ke mana-mana. Tapi ini tak akan berguna tanpa mekaniknya. Karena tidak bisa diwakili mesin, penambalan mesti dipelajari dan dikerjakan sendiri. Ibaratnya belajar jadi abang tambal ban. Menurut Arifuddin, menambal ban bukan perkara sulit. "Lihat saja, banyak anak kecil yang jadi tukang tambal ban," katanya.

Arifuddin dkk. telah menyiapkan cara ganti ban dalam manual book alatnya. Ban kempis karena ban dalam sobek biasanya terkena benda tajam. Setelah menghentikan sepeda motor di tempat terang dan aman, hal yang harus dilakukan adalah membuka sekrup pentil dan melepaskan ban luar dari pelek. Permukaan ban dalam yang sobek dibersihkan, lalu bubuhi lem, klep penambal, dan alumunium foil. Nah, mulailah Tab-Trik bekerja. Setelah alat tersebut dicolokkan ke listrik atau aki, bagian yang akan ditambal ditempelkan pada lempeng baja pemanas, lalu ditutup. Tiga belas menit kemudian, tambalan akan melekat sempurna, dan ban siap digunakan kembali, setelah dipompa tentunya.

Menurut Arifuddin, orang awam butuh 30 menit untuk mengerjakan itu. Hampir sama dengan waktu menambal ban di kios pinggir jalan. Ini dengan catatan tidak ada antrean.

Mesin itu menelan modal sekitar Rp 250 ribu. Bagian terbesar adalah membeli inverter, yakni Rp 100 ribu. Arifuddin memperkirakan biayanya bisa ditekan jika alat itu diproduksi massal, menjadi sekitar Rp 150 ribu. Dia berencana mematenkan karyanya tersebut ke Kantor Hak Kekayaan Intelektual di Tangerang, Banten. "Tapi, urung karena belum ada duit," katanya sembari nyengir. Menurut dia, untuk pendaftaran saja butuh Rp 1 juta.

Dengan ukuran mungil, Tab-Trik bisa masuk di hampir semua bagasi sepeda motor, juga ransel. Ditambah pompa dan besi pencungkil ban berukuran 15 sentimeter, mesin ini bisa jadi perangkat wajib untuk sepeda motor, layaknya ban cadangan dan dongkrak untuk mobil, terutama untuk perjalanan jauh. Dengan mesin ini, Arifuddin dkk. sudah mengucapkan selamat tinggal kepada tukang tambal ban.[REZA M., FATKHURROHMAN TAUFIQ]



TEMPOInteraktif

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More