blog-indonesia.com

Minggu, 22 Januari 2012

Dari Udara Pantau Gunung Api

KOMPAS.com, Letusan gunung api menimbulkan ancaman bagi penduduk di sekitarnya. Selain terjangan lava dan awan panas, muncul juga ancaman berikutnya, banjir lahar dingin. Potensi bencana ini dapat diantisipasi berdasarkan pantauan lava di puncaknya. Pantauan dari udara dilakukan dengan satelit dan foto udara.

Dari rentetan gunung api yang meletus di beberapa wilayah di Indonesia beberapa tahun terakhir, Gunung Merapi di Jawa Tengah tergolong memiliki ancaman bahaya banjir lahar dingin terbesar. Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta melaporkan, letusan Gunung Merapi tahun 2010 memuntahkan 130 juta meter kubik material vulkanik.

Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho, material di puncak Merapi masih 70 persen. Hanya sebagian kecil yang turun menjadi lahar setelah diguyur hujan selama dua kali musim hujan sejak dua tahun lalu. Diperkirakan daerah Yogyakarta dan sekitarnya berpotensi terkena dampak lahar dingin hingga tahun 2014.

Melihat ancaman itu, peneliti geodesi dari Universitas Gadjah Mada mengembangkan sistem pemantau dari udara. Selain menggunakan pesawat terbang kecil jenis Cessna, juga menggunakan pesawat tanpa awak (unmanned aerial vehicle/UAV) jenis pesawat terbang dan helikopter, yang dikendalikan alat sistem kendali jarak jauh lewat gelombang radio.

Rancang bangun dan rekayasa wahana tanpa awak jenis model helikopter berbaling-baling empat itu disebut quadcopter. Wahana ini dikembangkan tim Fakultas Teknik UGM yang dipimpin Ruli Andaru, pakar fotogrametri.

Metode yang dikembangkan adalah pemodelan citra berbasis fotogrametri. Quadcopter memiliki kelebihan mampu terbang ke segala arah, mengudara tanpa landasan, serta bergerak secara vertikal dan horizontal.

Dengan kemampuan autonomouse, pesawat bergerak menjaga keseimbangannya sendiri sehingga mudah dioperasikan dan bisa terbang menjangkau ke berbagai sudut obyek. Penggunaan teknologi UAV dengan quadcopter mampu menghasilkan foto dengan resolusi 10-30 cm.

Wahana UAV dikembangkan karena berbiaya rendah dibandingkan satelit dan pesawat terbang berawak. Kelebihan lain adalah mudah digunakan, akuisisi data cepat dan efisien, serta hasil foto udara beresolusi tinggi.

Dengan UAV, dapat dilakukan pemetaan pada areal 50-100 hektar per hari dengan resolusi 10-30 cm. Artinya, benda berukuran 10 cm terekam oleh sensor. Sedangkan penginderaan jauh dengan satelit, obyek yang terekam hanya sampai 80 cm.

Untuk mengatasi risiko UAV jatuh atau keluar dari jangkauan alat kendali jarak jauh, Ruli dan tim menerapkan sistem pemrograman algoritma otopilot yang dapat mengendalikan UAV kembali ke landasan secara otomatis setelah 15 menit bermanuver.

Adapun kelemahan UAV adalah daya jangkau ketinggiannya terbatas. Karena itu, tim survei dari UGM tetap menerapkan foto udara menggunakan pesawat terbang kecil berawak. Selain foto udara untuk pemetaan kawasan Merapi, mereka juga menggunakan sensor laser untuk menghasilkan citra tiga dimensi.

Pesawat terbang untuk foto udara digunakan di areal seluas 53.000 hektar, yang mencakup seluruh kawasan Merapi, meliputi Magelang, Yogyakarta, dan Prambanan. Pesawat akan terbang pada ketinggian hingga 4.000 meter.

Tujuan pemotretan udara adalah untuk memodelkan dampak lahar dingin di daerah terdampak. Untuk memetakan, mengolah data, dan menghasilkan simulasi, diperlukan waktu sekitar dua bulan. Diperkirakan, pada awal Maret, peta tiga dimensi Merapi selesai.

Peta Merapi

Pemantauan dengan pesawat tanpa awak juga dilakukan di kawasan sekitar Merapi, yaitu untuk memantau kawasan Candi Borobudur, Magelang. Candi yang menjadi cagar budaya ini termasuk yang parah kena guyuran abu vulkanik akibat letusan Gunung Merapi.

Di beberapa lokasi candi tebalnya 5 cm. Pekerjaan pembersihan terus dilakukan Balai Konservasi dan Peninggalan Borobudur (BKPB).

Abu vulkanik yang bersifat asam dapat merapuhkan permukaan batu candi serta mengikis relief dinding candi dan detail arca. Menurut perkiraan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, perlu 2-3 tahun untuk pemulihan dan revitalisasi candi pascaerupsi.

Untuk mendukung, pihak BKPB perlu pemantauan dan pemutakhiran data kondisi terkini permukaan candi secara rutin dan berkala, bahkan periode mingguan untuk identifikasi kondisi permukaan candi.

UAV quadcopter, menurut Ruli, tepat untuk keperluan pemantauan Candi Borobudur. Untuk seluruh candi, dihasilkan 4-6 foto yang bertumpang tindih. Hasil visualisasi 3D mampu memodelkan kondisi terkini permukaan batuan dengan kelebihan utama meliputi seluruh areal candi dan memberikan tingkat kedetailan tinggi. (Kompas, 17 Januari 2012)


KOMPAS.com

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More