blog-indonesia.com

Rabu, 27 Juni 2012

Bantu Petani, Siswa Indonesia Juara Dunia

 Siswa SMAN 1 Bogor membuat Digital Leaf Colour Chart. 

Digital Leaf Colour Chart 
VIVAnews - Penggunaan pupuk yang tidak optimal berdampak pada produksi padi di kalangan petani. Melihat masalah ini, siswa SMAN 1 Bogor, Muhammad Luthfi Nurfakhri membuat solusi dengan Digital Leaf Colour Chart (Bagan Warna Daun Digital). Alat ini secara konseptual merevolusi metode Bagan Warna Daun (BWD) yang lazim digunakan oleh petani.

Metode bagan warna merupakan cara pemberian pupuk nitrogen pada padi berdasarkan skala warna yang ditunjukkan oleh bagan konvensional. Penggunaan BWD memiliki kelemahan karena warna tumbuhan padi kadang tidak sesuai dengan bagan warna. Akibatnya, pemberian pupuk tidak sesuai dengan prioritas seharusnya.

"Alat yang saya buat berguna untuk deteksi kebutuan pupuk tanaman padi secara objektif," ungkap Luthfi saat ditemui di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Rabu 27 Juni 2012.

Bagan digital ini terdiri dari dua bagian utama: sensor warna daun dan rangkaian piranti elektronik. Dalam rangkaian ini terdapat IC (integrated circuit), micro controller, resistor, dan baterai 12 volt. Bagian ini membantu memproses data kebutuhan pupuk yang dibutuhkan padi.

Penggunaan perangkat ini tergolong mudah. Daun padi dimasukkan ke ujung bagian sensor. Dengan cepat, hasil pemindaian akan muncul untuk menunjukkan kebutuhan pupuk pada layar tampilan.

"Sensornya sama dengan fotodioda. Tapi, di sini sensor dua sistem. Beda dengan alat sejenis dari Amerika Serikat, klorofilmeter yang hanya ada satu sensor saja. Deteksi ini dengan dua fotodioda," jelasnya.

Luthfi menyebutkan hanya butuh sekali sensor saja pada satu sampel daun padi untuk mengetahui kebutuhan pupuk dalam satu petak. "Ya, langsung dapat diketahui kebutuhannya. Ukuran pupuknya kilogram per hektar," tambahnya.

Menurut  Luthfi, langkah ini akan membantu menetukan dosis pupuk sehingga menjadi optimal. Metode ini akan berdampak pada efektivitas produksi padi.

Hasil karya Luthfi membawanya meraih juara ketiga kompetisi ilmu pengetahuan internasional, Intel International Science and Engineering Fair 2012. Acara ini diselenggarakan di Pennsylvania, Amerika Serikat. (umi)


VIVAnews 

 Luthfi Nurfakhri, Jawara Sains di Amerika Asal Bogor

M. Luthfi Nurfakhri (intel)
Jakarta - Muhammad Luthfi Nurfakhri tekun menyusun komponen yang berserakan di hadapannya. Ratusan kali gagal tak menyurutkan semangatnya. Tekadnya hanya satu, bagaimana semua komponen di hadapannya terangkai menjadi alat yang bisa membantu pekerjaan para petani di sekitar rumahnya.

"Kurang lebih 135 kali saya gagal," kata Luthfi, demikian dia akrab disapa, mengenang perjuangannya merakit perangkat bernama Digital Leaf Color Chart (DLCC).

Siswa kelas 2 SMA Negeri 1 Bogor ini mengatakan satu-satunya kendala yang dihadapinya hanyalah terkait dengan persoalan teknis. Dia bersyukur, masalah lain bisa diatasi berkat dukungan dari keluarga dan sekolah yang membantunya fokus menggarap penelitian.

Berulang kali mengotak-atik DLCC menjadi pengalaman berkesan baginya. Setiap kegagalan tak mengusik semangatnya. Malah, tekad putra dari pasangan Iyus Hendrawan dan Endang Sri Rejeki ini kian membaja.

Modal 12 juta yang dikumpulkannya dari kemenangan Lomba Karya Ilmiah Remaja dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun lalu, dimaksimalkan untuk menggarap proyek ini. Butuh waktu kurang lebih satu tahun untuk mengerjakannya.

"Masalahnya lebih ke sisi teknis, sensornya beda-beda. Belum lagi terbakar, jadi rusak alatnya. Saya juga harus bolak balik ke Jakarta. Beli komponennya di Glodok," ujar pemuda kalem ini seraya tersenyum.

 Juara di Amerika

Siapa sangka, perangkat inilah yang kemudian mengantarkannya mengharumkan nama Indonesia. Padahal semula, dia hanya ingin para petani di sekitar rumahnya bisa lebih efisien dalam menebar pupuk.

"Saya lihat di lingkungan sekitar rumah saya belum maksimal produksi padinya karena penyebaran pupuknya tanpa perhitungan," ujarnya.

Agar efektif, jumlah pupuk yang disebar harus dihitung. Memang, selama ini petani menggunakan metode Bagan Warna Daun (BWD), yaitu cara pemberian pupuk pada padi berdasarkan skala warna yang ditunjukkan BWD.

Namun cara ini punya kelemahan yakni jika warna padi tidak sesuai, maka akan dihitung dengan rata-rata, sehingga pemupukan dapat berlebihan atau bisa kekurangan.

Alat yang dikembangkannya, menggunakan fototransistor yang bisa mendeteksi warna daun padi. Cara kerjanya, hanya dengan menempelkan alat sensor seperti barcode ke daun padi, maka akan tampil pada layar DLCC akan tampil ukuran pupuk yang harus disebarkan dalam hitungan kilogram per hektar.

"Untuk pengukuran pemupukan satu hektar sawah, cukup ambil satu sampel daun," ujarnya sambil memamerkan alat buatannya.

Jadi, Digital Leaf Color Chart (DLCC) adalah perangkat digital pendeteksi warna daun untuk efisiensi pemupukan.

Sejauh ini, DLCC sudah diaplikasikan para petani di sekitar rumah Luthfi. Butuh keuletan juga memperkenalkan alat ini kepada para petani.

"Awalnya mereka gak mau, gak percaya karena penggunaan pupuknya lebih sedikit. Tapi setelah dicoba, dilihat produksi padinya malah lebih optimal," kata Luthfi berseri-seri.

 Perangkat yang aplikatif

DLCC menyabet juara tiga pada kompetisi International Science and Engineering Fair (ISEF). Acara yang dihelat produsen chip Intel ini berlangsung 14-18 Mei 2012 di Pittsburgh, Pennsylvania, Amerika Serikat. Nama Luthfi terpilih di urutan tiga besar dari 1.549 finalis yang berasal dari 70 negara.

Karya remaja kelahiran 6 Oktober 1995 ini rupanya dinilai aplikatif dan bisa bermanfaat bagi masyarakat. "Jadi kami yang mengikuti kompetisi ini dilihat oleh juri, apakah teknologinya bisa digunakan bagi hajat hidup orang banyak," ujar Luthfi.

Luthfi tak lekas berpuas diri dengan apa yang baru dicapainya. Dia ingin terus mengembangkan alat ini agar bentuknya bisa lebih ramping sehingga ringan. Dia juga ingin ada lebih banyak petani yang memanfaatkan DLCC.

Didukung oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pemuda yang bercita-cita belajar ilmu komputer di luar negeri ini sedang menantikan hak paten DLCC rampung, sehingga bisa diproduksi dalam jumlah besar dan dijual ke luar negeri.

"Yang paling utama saya pengen bisa mengaplikasikan teknologi di masyarakat," pungkasnya.( rns / ash )


detik

1 komentar:

da blognya gak yach wat liat lbh jauh ttg alatnya.

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More