blog-indonesia.com

Selasa, 04 Maret 2014

Sekilas Freeport dan Newmont

Royalti Tambang Emas Freeport Naik Jadi 3,75%


http://images.detik.com/content/2014/03/04/1034/184826_freeport.jpgJakarta  PT Freeport Indonesia sudah menyetujui kenaikan royalti penjualan emas mereka dari 1% menjadi 3,75% untuk tiap kilogram emas yang dijual. Mengapa pemerintah hanya menaikkan jadi 3,75%, kenapa tidak bisa lebih?

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) R. Sukhyar mengatakan, kenaikan royalti emas untuk perusahaan tambang Kontrak Karya (KK) dari 1% menjadi 3,75% termuat dalam Peraturan Pemerintah.

"Mengapa naiknya hanya menjadi 3,75%? Karena itu besaran kenaikan royalti tersebut sudah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor ESDM," kata Sukhyar dihubungi wartawan, Selasa (4/3/2014).

Sukhyar mengungkapkan, memang ada keinginan banyak pihak untuk menaikkan royalti emas jadi 4% atau 5%, atau bahkan lebih. Tapi kenaikan royalti tambang harus juga memperhatikan kemampuan perusahaan. Jangan sampai pengusaha kesulitan membayar dan menghambat investasinya.

"Jadi begini, itu jangan sampai kita menerapkan itu (royalti naik tinggi) lalu mereka (pengusaha) kesulitan. Kenapa? Karena Freeport Indonesia kan mau investasi baru sampai US$ 3 miliar untuk tambang bawah tanah," ucap Sukhyar.

Apalagi pembayaran royalti dilakukan di depan, selain itu saat kontrak Freeport yang akan berakhir dan jika diperpanjang, maka bentuk perpanjangan kontraknya adalah perizinan, tentu akan ada pengenaan pajak baru untuk Freeport.

"Kan royalti itu mengambilnya di depan. Artinya dari penjualannya, belum tentu cash flow-nya ada. Selain itu toh nantinya pada saat dia (Freeport) ubah posisi dari kontrak jadi ke izin (Izin Usaha Pertambangan), dia juga akan dikenakan 10% pajak perusahaan dari laba (setelah tahun 2021 pada saat kontrak habis), itu juga jadi perhatian perusahaan karena saat ini masa-masanya melakukan investasi," ucapnya.

Sukhyar mengakui saat, ini pemerintah sedang merevisi kembali PP nomor 9 Tahun 2014 khususnya terkait besaran royalti.

"Tapi sekarang negini, 3,75% kita ambil dulu karena PP 9 Tahun 2014 ini belum dilakukan, sayang dong, daripada kecil yang ini ambil saja dulu," tutupnya.(rrd/dnl)

Renegosiasi Kontrak Freeport Lancar, Newmont Berdarah-Darah

Renegosiasi kontrak tambang sampai saat ini tidak kunjung selesai, padahal harusnya sejak 2012 lalu, semua renegosiasi kontrak sudah selesai. Masih banyak perusahaan yang belum dapat memenuhi semua poin yang harus direnegosiasi, termasuk PT Newmont Nusa Tenggara.

"Ada 6 poin yang harus direnegosiasi, 6 poin itu harus dipenuhi semua, berlaku sama baik perusahaan Kontrak Karya maupun Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), tidak bisa perusahaan yang satu royaltinya sekian lalu perusahaan lainnya royaltinya beda lagi, semua harus sama," ungkap Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) R. Sukhyar saat dihubungi wartawan, Selasa (4/3/2014).

Adapun 6 poin renegosiasi kontrak tersebut yakni, batasan luas wilayah, penerimaan negara (royalti), divestasi saham, kewajiban pengolahan dan pemurnian, tingkat penggunaan barang dan jasa dalam negeri dan perpanjangan kontrak.

Sukhyar mencontohkan, untuk PT Freeport Indonesia tidak ada masalah dengan semua poin renegosiasi. Sementara bagi PT Newmont Nusa Tenggara, 6 poin tersebut sulit dipenuhinya.

"Kalau Freeport nggak ada masalah, tapi bagi Newmont itu berat, Newmont itu berdarah-darah, susah sekali. Kondisi keuangan mereka berbeda dengan Freeport, tidak semua perusahaan bisa memenuhi," ujarnya.

Sukhyar mengakui,hingga sampai saat ini hanya beberapa perusahaan saja yang mau dan siap untuk tanda tangan renegosiasi kontrak, termasuk memenuhi semua poin renegosiasi. Itu pun kelasnya bisa dikatakan 'kelas teri', belum dapat menjangkau perusahaan-perusahaan besar. Sementara renegosiasi kontrak harus dilakukan oleh 37 Kontrak Karya (KK) dan 74 PKP2B.

"Ya itulah kenyataannya, itu kan susah banget, kalau orang berduit kan susah mintanya, harus pelan-pelan," tutupnya.

Seperti diketahui, berdasarkan data Kementerian ESDM, ada 7 perusahaan KK dari 37 KK dan 15 perusahaan PKP2B dari 74 perusahaan PKP2B yang telah setuju merenegosiasi kontrak yang diajukan pemerintah.

Tujuh perusahaan KK yang sudah setuju antara lain:

☆ Tambang Mas Sable, luas wilayah awal: 23.500 hektar, penciutan: 23.500 hektar
☆ Tambang Mas Sangihe, luas wilayah awal : 82.091 hektar, penciutan: 82.091 hektar
☆ Mindoro Tiris Emas, luas wilayah awal : 9.235 hektar, penciutan : 9.235 hektar
☆ Irama Mutiara Mining, luas wilayah awal : 16.470 hektar, penciutan : 16.470 hektar
☆ Iriana Mutiara Indeburg, luas wilayah awal : 108.600 hektar, penciutan : 95.280 hektar
☆ Woyla Aceh Minerals, luas wilayah awal : 24.250 hektar, penciutan : 24.250 hektar
☆ Karimun Granite, luas wilayah awal : 2.761 hektar, penciutan : 2.761 hektar

Sedangkan 15 PKP2B yang setuju seluruh poin yang diajukan pemerintah antara lain:

☆ Selo Argokencono Sakti, luas wilayah awal: 12.010 hektar, penciutan : 12.010 hektar
☆ Banjar Intan Mandiri, luas wilayah awal : 6.625 hektar, penciutan : 6.625 hektar
☆ Dharma Puspita Mining, luas wilayah awal : 2.811 hektar, penciutan : 2.811 hektar
☆ Abadi Batu Bara Cemerlang, luas wilayah awal : 18.950 hektar, penciutan : 15.000 hektar
☆ Mandiri Inti Perkasa, luas wilayah awal : 9.240 hektar, penciutan : 9.240 hektar
☆ Tanjung Alam Jaya luas wilayah awal : 6.038 hektar, penciutan : 6.038 hektar
☆ Batu Alam Selaras luas wilayah awal :8.139 hektar, penciutan : 8.139 hektar
☆ Ekasatya Yanatama, luas wilayah awal: 5.587 hektar, penciutan: 5.587 hektar
☆ Selo Argokendali luas wilayah awal: 20.200 hektar, penciutan : 15.000 hektar
☆ Barapramulya Abadi, luas wilayah awal : 20.000 hektar, penciutan : 15.000 hektar
☆ PD Baramarta luas wilayah awal: 2.622 hektar, penciutan : 2.622 hektar
☆ Kadya Caraka Mulia, luas wilayah awal: 4.628 hektar, penciutan : 4.628 hektar
☆ Jorong Barutama Grestom, luas wilayah awal : 9.556 hektar, penciutan : 9.556 hektar
☆ Trubaindo Coal Mining luas wilayah awal : 23.650 hektar, penciutan : 22.687 hektar
☆ Kartika Selabumi Mining, luas wilayah awal : 17.550 hektar, penciutan : 15.000 hektar


3 Perusahaan Rebutan Hasil Tambang Freeport dan Newmont

http://images.detik.com/content/2014/03/04/1034/grasberg.jpgSebanyak 3 perusahaan siap untuk membangun pabrik pemurnian mineral (smelter) untuk mengolah konsentrat tembaga di Indonesia. Ketiga perusahaan ini mengincar hasil tambang mentah PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara.

"Ada 3 perusahaan yang mau bangun smelter tembaga, yakni PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Indosmelt, dan PT Nusantara Smelting," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, R Sukhyar dihubungi wartawan, Selasa (4/3/2014).

Smelter yang akan dibangun 3 perusahaan tersebut untuk mengolah mineral tembaga, sementara pasokan bahan baku dari produksi konsentrat tembaga dari Freeport dan Newmont.

"Pasokannya konsentrat tembaganya dari Freeport dan Newmont," ucapnya.

Namun, akan timbul masalah bila 3 perusahaan tersebut sama-sama membangun. Karena kapasitas total pengolahan 3 smelter tersebut akan berlebihan atau pasokan bahan baku konsentrat tembaga kurang.

"Freeport produksi konsentranya sebanyak 2,5 juta ton per tahun, sedangkan Newmont hanya 300.000 ton per tahun, total mencapai 2,8 juta ton. Sementara jika 3 smelter tersebut dibangun, kapasitas totalnya mencapai 3,6 juta ton, artinya defisit pasokan," ungkap Sukhyar.

Sukhyar menambahkan, pemerintah tidak ikut campur urusan siapa yang harus mengalah untuk tidak membangun smelter. Sukhyar memperilakan ketiga perusahaan tersebut tender ke Freeport dan Newmont.

"Makanya kita ngak ikut campur, mereka saja yang putuskan, itukan Public Private Partnership, silakan lah kalau Freeport mau memasok ke semua atau hanya dua perusahaan," tutupnya.(rrd/dnl)


  ♞ detik  

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More