blog-indonesia.com

Kamis, 18 September 2014

Dinding Raksasa Garuda

Pembangunan Dinding Raksasa Garuda di Jakarta Dimulai 1 Tahun Lagi //images.detik.com/content/2014/09/18/4/071106_giantseawall.jpgDesain Dinding Raksasa Garuda

Pembangunan tanggul laut raksasa atau Giant Sea Wall melalui program National Capital Integrated Costal Development (NCICD) mulai dicanangkan tahun ini. Namun untuk tahap konstruksi, proyek ini baru akan dimulai setelah proses design engineering selesai atau paling lambat 1 tahun lagi.

Hal ini dikatakan Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Budi Karya Sumadi. Jakpro menjadi koordinator bagi para pengembang yang ingin membangun tanggul laut raksasa tersebut.

"Saya pikir design engineering butuh waktu paling tidak 1 tahun, jadi konstruksi awal sudah bisa dilakukan akhir 2015," kata Budi kepada detikFinance, Rabu (17/09/2014).

Saat ini walaupun basic design sudah ada, namun perlu ada proses lebih lanjut. Oleh karena itu beberapa perwakilan ahli dari Pemprov DKI Jakarta bersama Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) sedang dikirim ke Belanda untuk membuat masterplan design pembangunan giant sea wall sesuai NCICD.

"Sekarang ini sudah ada kerjasama dengan Pemda DKI dan Bappenas untuk membuat suatu desain NCICD. Sekarang sudah schematic design masterplan sudah ada dibuat Belanda dan sekarang ini teman-teman sedang di Belanda untuk menindaklanjuti proyek ini," paparnya.

Dipilihnya Belanda selain karena alasan joint venture dengan pemerintah Indonesia terkait proyek NCICD, Belanda juga dinilai sukses membangun infrastruktur di atas air.

"Sekarang kita selesaikan design itu mesti ada design engineering lebih detil dan bagaimana persiapan-persiapan setelah itu yang kita lakukan," cetusnya.(wij/ang)
Belum Dibangun, Dinding Raksasa Garuda Sudah Dilirik Pengembang Asing Pembangunan tanggul laut raksasa atau Giant Sea Wall berbentuk burung garuda di utara Jakarta baru akan dimulai setahun lagi. Namun, sudah banyak pengembang domestik dan asing yang berebut mendapatkan proyek konstruksi yang bernilai miliaran dolar Amerika Serikat (AS) ini.

"Pasti sudah banyak yang mau. Ini proyek besar," tegas Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Budi Karya Sumadi kepada detikFinance, Rabu (17/09/2014).

Selain para pengembang lokal, banyak juga pengembang asing yang ingin merapat membangun konstruksi. Umumnya pola bisnis yang mereka lakukan adalah dalam bentuk konsorsium.

"Negara yang punya berpengalaman seperti itu Belanda, Tiongkok, Korea Selatan, Inggris, dan Prancis," imbuhnya.

Menurut Budi, proyek Giant Sea Wall terbagi menjadi 2 tahap yaitu tahap A dan B. Tahap A merupakan penggabungan pulau-pulau sebanyak 17 pulau. Sedangkan tahap B adalah pembangunan proyek Giant Sea Wall itu sendiri. Diharapkan para pengembang ini dapat mempercepat pembangunan Giant Sea Wall karena hubungannya business to business.

"Belum menetapkan model bisnisnya. Makanya kita sedang mengkaji lagi model bisnis seperti apa karena akan mempengaruhi tahapan pembangunan," jelasnya.(wij/hds)
17 Pulau Buatan di Tembok Raksasa Garuda Bakal Jadi Kota Mandiri //images.detik.com/content/2014/09/18/4/garudagsw.jpgTanggul laut raksasa (Giant Sea Wall) berbentuk burung garuda pada dasarnya berfungsi untuk melindungi Jakarta dari banjir. Namun pulau-pulau buatan yang membentuk sang garuda dirancang untuk menjadi kota mandiri.

Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Budi Karya Sumadi mengatakan sebanyak 17 pulau buatan baru yang akan dibangun nanti bakal menjadi kota mandiri baru.

"Sebanyak 17 pulau itu nanti menjadi sebuah kota baru. Diupayakan kawasan itu bisa mandiri di daerah sendiri," ungkap Budi kepada detikFinance, Rabu (17/09/2014).

Menurut Budi kawasan 'Garuda' dirancang untuk 57% sebagai perumahan (apartemen), 31% sebagai pusat perkantoran, 7% untuk bisnis ritel, dan 6% untuk industri. Konsep yang disebut juga sebagai water front city sudah dikenal di berbagai kota di dunia seperti Dubai yang punya Palm Island.

Kawasan 'Garuda' juga akan dilengkapi beberapa infrastruktur dasar seperti pelabuhan, bandara, jalan layang di atas laut dari Bekasi-Tangerang yang melintasi pulau buatan, hingga pengolahan limbah dan air limbah di teluk Jakarta.

"Ada porsi untuk tempat tinggal, sekolah, rumah sakit, mall, dan sebagainya supaya tumbuh berkembang dan tidak membebani DKI Jakarta. Ada juga kawasan industri khusus high tech, bukan industri berat," paparnya.

Ratusan ribu orang, terutama yang berada di Jakarta, bisa dipindahkan ke lokasi ini. "Mungkin paling tidak kawasan ini bisa menampung 400.000 orang," sebutnya.(wij/hds)
Tembok Laut 'Garuda Raksasa' Dibuat Agar Jakarta Tak Tenggelam di 2050 Wilayah DKI Jakarta khususnya Jakarta Utara telah mengalami penurunan muka tanah pada laju yang mengejutkan, rata-rata 7,5 cm per tahun. Di beberapa tempat laju penurunan muka tanah ini dapat mencapai hingga 17 cm per tahun, hingga berada di bawah permukaan air laut.

Demikian disebutkan dokumen masterplan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD)/Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) yang dikutip, Kamis (18/9/2014).

Jika ini terus dibiarkan maka pada tahun 2050 sebagian wilayah Jakarta khususnya Jakarta Utara bakal tenggelam. Berdasarkan dokumen tersebut disebutkan tinggi permukaan laut akan mencapai 5 meter di atas permukaan jalan Jakarta pada 35 tahun mendatang.

"Akibat penurunan muka tanah yang parah, muka air laut akan berada di antara 3-5 meter di atas paras jalan pada tahun 2050," jelas dokumen tersebut.

Untuk itu, dalam masterplan ini muncul rencana pembangunan Giant Sea Wall sebagai tanggul laut 'raksasa' di Teluk Jakarta. Tanggul ini didesain sangat unik yaitu sebuah bentuk burung 'Garuda Megah' lengkap dengan bentangan sayap yang merupakan hamparan kumpulan pulau-pulau buatan hasil reklamasi sebagai daratan baru.

Program ini untuk mencegah banjir yang disebabkan dari laut ketika tanggul laut, dan tanggul sungai di daerah pesisir, tidak cukup tinggi atau cukup kuat. Ketika laut berada di muka air tertinggi, tanggul-tanggul ini terlimpasi, dan air laut membanjiri kota ini seperti yang terjadi pada 2007.

"Banjir ini sangat mungkin terjadi karena pertahanan banjir Jakarta sudah tidak mencukupi lagi. Survei pendahuluan dari 2013 memperlihatkan bahwa saat ini lebih 40% pertahanan banjir di daerah pantai tidak mampu menahan muka air laut tertinggi," jelas dokumen tersebut.

Menurut dokumen tersebut, akibat penurunan muka tanah yang sedang berlangsung di wilayah pesisir Jakarta, risiko banjir menjadi meningkat. Penanganan masalah ini menjadi semakin sulit.

Masterplan proyek Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara adalah suatu proyek bersama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda.

Proyek ini dibiayai oleh Pemerintah Belanda sementara pelaksananya adalah Kementerian Koordinator Perekonomian, Indonesia.(hen/hds)
Bila Jakarta Tenggelam di 2050, Kerugian Bisa Capai Rp 1.000 Triliun //images.detik.com/content/2014/09/18/4/110540_jakartabanjir.jpgWilayah Jakarta, khususnya di bagian utara, terus mengalami penurunan permukaan tanah 7-17 cm per tahun. Bahkan ada yang sudah di bawah permukaan laut.

Bila masalah ini tak ditangani dengan proyek tanggul raksasa, maka pada 2050 sebagian wilayah Jakarta tenggelam. Dampaknya, akan ada kerugian meteri sangat besar.

Demikian dokumen masterplan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD)/Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) yang dikutip, Kamis (18/9/2014).

Dokumen itu menjelaskan, sejalan penurunan permukaan tanah di utara Jakarta, maka sungai-sungai dan kanal-kanal ikut mengalami penurunan bersama dengan penurunan muka tanah. Sehingga sungai-sungai dan kanal-kanal ini akan semakin sulit mengalirkan airnya secara gravitasi ke laut. Dampaknya akan terjadi banjir besar seperti yang pernah terjadi di 2007.

Saat ini, memang sudah Jakarta telah memanfaatkan pompa-pompa berkapasitas besar. Pompa-pompa di sekitar danau Jakarta seluas ribuan hektar, akan diperlukan, untuk mengalirkan air dari semua sungai yang ada, termasuk Banjir Kanal.

"Jika upaya-upaya tidak diambil, sebagian besar wilayah pesisir terancam genangan permanen," jelas dokumen itu.

Bila terjadi genangan air laut permanen di utara Jakarta, maka banyak dampak sosial yang terjadi, karena jutaan orang akan terkena imbasnya. Selain itu, kerugian materi dari lahan yang tenggelam dan bangunan yang rusak bisa mencapai triliunan rupiah.

"Nasib 4,5 juta orang sedang dipertaruhkan. Kerusakan materi akibat genangan permanen ini dihitung telah berjumlah US$ 103 miliar (sekitar Rp 1.000 triliun), akibat kehilangan lahan dan bangunan saja, kerusakan ekonomi bahkan akan lebih besar," jelas dokumen NCICD.

Dampak lainnya ketika banjir sering terjadi, dapat menyebabkan kemerosotan reputasi Jakarta sebagai ibu kota Indonesia, kehilangan kegiatan ekonomi, dan kenaikan premi asuransi.

Seperti diketahui, dokumen ini merupakan Masterplan untuk Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN), Jakarta. Masterplan ini dimaksudkan tidak hanya memberikan suatu solusi untuk perlindungan jangka panjang atas wilayah Jakarta dan sekitarnya terhadap banjir yang berasal dari laut.

Untuk itu, dalam masterplan ini muncul rencana pembangunan Giant Sea Wall, sebagai tanggul laut 'raksasa' di Teluk Jakarta. Tanggul ini didesain sangat unik yaitu sebuah bentuk burung 'Garuda Megah', lengkap dengan bentangan sayap yang merupakan hamparan kumpulan pulau-pulau buatan hasil reklamasi sebagai daratan baru.
Jakarta Sudah Punya Tanggul Laut, Tapi Kini Nyaris Tenggelam //images.detik.com/content/2014/09/18/4/120149_tenggelam2320.jpgWilayah pesisir Jakarta Utara telah memiliki tanggul-tanggul laut untuk menahan melubernya air laut ke daratan. Namun akibat penurunan permukaan tanah, terutama di utara Jakarta, tanggul-tanggul itu kini nyaris tenggelam.

Demikian dokumen masterplan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD)/Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) yang dikutip, Kamis (18/9/2014).

Saat ini, kondisi tanggul di pesisir Jakarta Utara sudah hampir tenggelam permukaan laut. Di 2007 lalu, tembok pesisir yang tingginya sedikit di atas tinggi orang dewasa (sekitar 2 meter) itu, posisinya hanya tenggelam 50%. Pada Oktober tahun lalu, puncak tanggul laut itu sudah beberapa cm dari permukaan laut.

"Pada 2008, tanggul laut telah diperkuat, tetapi akibat terjadinya penurunan muka tanah, tanggul laut ini telah mencapai tingkat rendah yang kritis. Limpasan pada pasang tinggi diperkirakan akan terjadi pada tahun-tahun mendatang," jelas dokumen itu.

Dalam masterplan ini, muncul rencana pembangunan Giant Sea Wall sebagai tanggul laut 'raksasa' di Teluk Jakarta. Tanggul ini didesain sangat unik, yaitu sebuah bentuk burung 'Garuda Megah', lengkap dengan bentangan sayap, yang merupakan hamparan kumpulan pulau-pulau buatan hasil reklamasi sebagai daratan baru.

Untuk jangka pendek, masterplan NCICD merekomendasikan agar pertahanan laut dan sungai saat ini diperkuat, dan dipertinggi sedikitnya 1,5 meter. Agar bisa memberi kelonggaran waktu, sebelum tanggul laut raksasa dibangun di Teluk Jakarta.

"Penurunan muka tanah akan secara perlahan menurunkan permukaan tanggul. Upaya ini akan menyediakan perlindungan terhadap banjir hingga tahun 2022, yang memberi kesempatan untuk mengembangkan solusi-solusi yang tangguh," jelas dokumen NCICD.

Penguatan tanggul laut paling mendesak di dekat Pluit, Pantai Mutiara, dan di sepanjang Ancol. Pada ketiga tempat ini, tingkat ketinggian tanggul sudah sangat kritis.

"Pelaksanaan penguatan tanggul akan dimulai pada tahun 2014. Di banyak tempat, ruang yang tersedia untuk peningkatan tanggul ini sangat terbatas," jelas dokumen tersebut.

Saat ini, di seluruh wilayah pesisir Jakarta penurunan muka tanah ini sudah parah. Di bagian tengah dan bagian barat Teluk Jakarta, laju penurunan muka tanah rata-rata 7,5 cm per tahun. Ke arah timur wilayah pesisir, laju penurunan muka tanahnya sekitar 3 cm per tahun.

Namun, penguatan tanggul laut dan peningkatan kapasitas pompa drainase, tidak dapat lagi memberikan perlindungan yang cukup untuk jangka panjang. Apalagi, lahan di Jakarta sangat terbatas untuk menciptakan waduk tampung yang berkapasitas besar.

"Solusi lepas-pantai (tanggul laut raksasa di Teluk Jakarta) untuk perlindungan banjir tidak terelakkan lagi, untuk mencegah terjadinya banjir di wilayah pesisir kota akibat air laut dan sungai," kata dokumen NCICD.

  ★ detik  

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More