blog-indonesia.com

Selasa, 20 Januari 2015

Menristek Minta PT DI Hitung Kebutuhan Dana Produksi N219

http://kabarkampus.com/wp-content/uploads/2012/02/itb-fair-2-copy1.jpgMock up N219

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir meminta PT Dirgantara Indonesia untuk segera menghitung kebutuhan dana untuk memproduksi pesawat N219, sehingga pada saatnya pemerintah dapat mengalokasikan anggaran untuk penyertaan modal negara (PMN). Hal itu menunjukan komitmen pemerintah yang sejak awal berjanji akan mengawal produksi pesawat tersebut dari hulu hingga hilir.

Nasir menegaskan, sebelumnya pemerintah sudah menggelontorkan dana sekitar Rp 110 miliar untuk riset pengembangan purwarupa N219 yang dilakukan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). "Rencananya kami akan mengucurkan dana tambahan sekitar Rp 89 miliar lagi untuk menyelesaikan seluruh riset purwarupa N219," katanya seusai rapat koordinasi di Gedung Pusat Manajemen PT DI, Jln Pajajaran Kota Bandung, Selasa (20/1/2015) petang.

Menurut Nasir, Presiden Joko Widodo mengharapkan seluruh kegiatan pengembangan N219 rampung semua pada 2017. Namun pihaknya tengah melakukan percepatan agar pesawat tersebut sudah bisa masuk di pasaran pada 2016. Targetnya, pada Agustus 2015 pesawat N219 yang sudah dirakit penuh sudah bisa dikeluarkan dari hanggar (roll out) untuk diuji sebelum terbang dan pada akhir 2015 uji terbang akan dilakukan untuk sertifikasi oleh Kementerian Perhubungan.

Nasir optimistis pesawat N219 bisa menjadi awal bangkitnya kedirgantaraan Indonesia. Soalnya selain dikawal pemerintah dari hulu hingga hilir, pesawat kecil berkapasitas 19 penumpang itu menjadi incaran banyak maskapai yang melayani rute penerbangan antar kota di daerah terpencil Indonesia seperti Aceh, Papua dan beberapa daerah lain. "Di seperti itu perjalanan darat bisa 12 jam, kalau dengan pesawat kecil bisa 45 menit. Ini menjadi peluang bagi maskapai yang melayani rute jarak dekat dan itu menjadi pangsa pasar bagi N219," ujarnya.

Optimisme serupa disampaikan Direktur PT DI Budi Santoso. Ia mengatakan bahwa saat ini sudah ada pesanan sektiar 200 unit N219 dari berbagai maskapai lokal dan mancanegara. Beberapa diantaranya adalah Nuansa Buana Airlines dan Lion air. "Kami juga mendapat pesanan dari TNI angkatan laut dan maskapai asal Thailand," ucapnya.

Dari jumlah itu, kata Budi, setidaknya ada 24 unit yang sudah pasti membeli. Sementara sisanya masih belum terikat kontrak. Ia mengaku PT DI sendiri tak mau buru-buru mengambil kontrak sebelum pesawatnya sudah tersertifikasi dan bisa terbang sesuai purwarupa yang dibuat. Jika sudah, PT DI menargetkan bisa memproduksi paling sedikit 24 unit N219 setiap tahunnya.

Sementara itu Chief Engineer N219 Palmana Banandi mengatakan, pihaknya banyak belajar dari kegagalan proyek N250 yang tak diproduksi massal dan masuk pasar setelah purwarupa sukses diterbangkan. "Dulu N250 masih melibatkan orang asing, jadi ketika mereka pergi kami kewalahan. Sekarang N219 dari awal sepenuhnya dibuat oleh anak bangsa. Kami yakin bisa membuat pesawat ini masuk pasaran," katanya.

Menurut Palmana, N219 sendiri dirancang dengan teknologi yang jauh lebih canggih dari N250. Selain itu perhitungan beratnya pun sudah sangat matang. Ia mengakui bahwa N250 dulu sempat kelebihan berat karena beberapa materilnya. Akibatnya, berat pesawat total dengan penumpang melebihi berat yang ditetapkan agar pesawat itu bisa terbang dengan baik. Selain itu, N210 dirancang dengan menggunakan glass cockpit yang seluruh panelnya sudah berbasis LCD. Begitu juga dengan radar cuaca sudah menggunakan G1000 yang banyak digunakan pada pesawat komersil kecil dan besar saat ini. Radar tersebut mampu mendeteksi keberadaan awan Cumulonimbus (Cb) yang menyebabkan kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 beberapa waktu lalu.

"Meskipun pesawat ini dirancang untuk penerbangan komersil pada ketinggian jelajah 10.000 kaki, namun bisa menjelajah sampai 24.000 kaki jika dibutuhkan untuk kegiatan SAR. Oleh karena itu, radar cuaca G1000 akan sangat membantu mendeteksi awan Cb. Jika awannya tipis, maka pesawat diperbolehkan menembus, namun jika tebal radar akan menginstruksikan secara dini untuk menghindari awan tersebut," tutur Palmana.(Handri Handriansyah/A-89)***

   Pikiran Rakyat  

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More