blog-indonesia.com

Rabu, 19 Agustus 2015

Kemampuan Kita untuk Buat Pesawat Sudah Lengkap

Banyak orang yang menunggu kapan pesawat R-80 yang merupakan pengembangan dari pesawat N250 buatan Bacharudin Jusuf Habibie, atau yang lebih familiar disapa BJ Habibie, bisa beroperasi.

PT Regio Aviasi Industri (RAI), perusahaan industri pesawat terbang tempat BJ Habibie duduk sebagai ketua dewan komisarisnya, sedang membuat pesawat R-80 yang sudah dimulai dari 2013 lalu.

Komisaris PT RAI, Ilham Habibie, yang merupakan putra BJ Habibie mengatakan, pembuatan desain awal pesawat R-80 akan selesai pada tahun ini.

Saat selesainya fase awal akhir tahun nanti, PT RAI akan menentukan komponen-komponen yang akan dipakai oleh pesawat R-80. Pria yang lahir di Aachen, Jerman, itu mengatakan, komponen-komponen pesawat berkapasitas 80 penumpang tersebut hingga kini belum ditentukan.

Ilham menuturkan, pemilihan pesawat baling-baling untuk transportasi udara di Indonesia memiliki keuntungan tersendiri. Menurut dia, meskipun pesawat lebih lambat daripada pesawat bermesin jet, pesawat baling-baling lebih hemat dalam penggunaan bahan bakar.

Hal tersebut disesuaikan juga dengan kontur wilayah serta rute-rute di Indonesia yang cenderung pendek-pendek. Jadi, menurut dia, akan lebih efektif menggunakan pesawat berbaling-baling ketimbang pesawat bermesin jet.

Untuk lebih lengkapnya, berikut wawancara lengkap VIVA.co.id dengan Ilham Habibie di kantornya, kawasan Mega Kuningan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Ide pengembangan R80 awalnya?

Idenya mulai dengan bagaimana kita melanjutkan yang pernah dimulai dan dituntaskan pada 1990-an dengan N250, ini adalah pesawat terbang yang dikembangkan Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), dan dihentikan secara paksa karena keputusan politis oleh International Monetary Fund (IMF) pada 1998.

Jadi pemikiran bapak (BJ Habibie) terutama waktu itu, bagaimana caranya kita meneruskan yang pernah dimulai sampai tuntas. Karena negara dan bangsa ini selamanya akan memerlukan pesawat terbang.

Rakyatnya banyak, struktur negara kita kepulauan dan hutan dan gunung, infrastruktur kita masih tak lengkap seperti kereta api dan jalan darat. Bandar laut masih terbatas, bagaimana pun kita perlu pesawat.

Jadi N250 saat itu dikembangkan untuk disesuaikan dengan kebutuhan domestik, tapi tentunya ada pasar untuk di luar. Tapi untuk R80 sebetulnya boleh dikatakan dalam konteks yang serupa, kita memperhatikan kebutuhan dalam negeri, tapi sekaligus juga tidak abaikan kebutuhan luar negeri.

Tentunya kita ingin suatu saat ekspor pesawat kalau sudah dimulai R80. Tapi secara generik, memang pemikirannya mirip dengan N250, tapi R80 seolah penerjemahkan dengan N250 di abad ke-21.

Bisa dikatakan R80 itu penyempurnaan N250?


Secara prinsip. Kalau lihat pesawatnya kita mulai desain dari nol. Jadi bukan kita ambil yang ada dan menyempurnaan dari yang ada, kita benar-benar mulai dari nol.

Karena memang teknologinya yang sudah tak bisa dimanfaatkan lagi, pesawat terbangnya berbeda sekali dari segi besarnya, terutama awalnya dimulai dari 50 (seat) kemudian dikembangkan menjadi 64 (seat), ini mulai dari 80 (seat) jadi 100 (seat). Jadi pesawat ini beda.

Gen N250 tak satupun diambil di R80?

Tidak.

Pengembangan R80 bekerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia?

Iya tapi PT DI tak banyak. Dia lebih menyediakan sebagian dari engineering yang kita tak punya. Tapi kita punya engineering itu sudah cukup.

Nanti untuk fase berikutnya, yang butuh sampai 600 engineer, harapan kita sebagian besar bisa disuplai dari PT DI. Tapi karena kita tak mau hiring banyak orang, kenapa kita tidak gunakan yang sudah ada. Tapi untuk pertama ini ya kita buat sendiri.

Komposisi engeeering pada tahap desain ini berapa saja?

Semuanya (dari) saya (PT RAI), karena saya ini pemegang saham PT Iltihabi, kan tidak hanya saya saja. Ada enam pemegang saham lainnya.

Engineering dari perusahaan itu saja (perusahaan pemegang saham). Engineering dari PT DI memang ada (tahap desain), tapi dia tidak banyak digunakan untuk tahap ini. Tahap berikutnya dia akan contribute lebih banyak.

Selain PT DI, siapa saja yang digandeng?

Kalau selama ini belum ada. Tapi kita kerjasama dengan BPPT, LAPAN, tapi itu kan bukan perusahaan kan, kan Lebih kepada penyedia jasa, LAPAN lebih ke manpower, BPPT dan ITB selain manpower ada fasilitas laboratorium.

Kita sudah gunakan terowongan anginnya, laboratorium untuk uji konstruksi dan sebagainya.

Pengerjaan R80, sejauh mana peran dan kontribusi pak BJ Habibie?

Dari segi pemikiran, desain enggak. (Kontribusi) prinsip, saya enggak bisa detailkan itu.

Apa prinsip yang dimaksud itu untuk meneruskan pengembangan N250 itu?

Ya, itu menurut saya prinsip. Tapi ya N250 itu memang mirip ya. Tapi kita benar-benar mulai dari kertas putih, enggak ambil satu droy pun dari PT DI enggak, satu pun nggak. Karena itu bukan milik kita.

Proyek R80 kan mendapat dukungan dari pemerintah, ada arahan untuk menjadi pesawat terbang nasional?

Swasta dan nasional enggak beda. Swasta itu nasional, pemerintah juga nasional. Tapi kalau menjadi dinyatakan itu sudah dinyatakan informal, tapi perlu dipertegas oleh Presiden. Bahwa ini proyek nasional.

Sekali lagi proyek nasional bukan harus dari pemerintah. Swasta juga nasional. Di perusahaan kita enggak ada satu pun orang asing. Kalau di Indonesia yang penting kemampuan, nah kemampuan kita untuk mendesain satu itu lengkap. Semua yang diperlukan untuk pesawat terbang, (kita) ada.

Komitmen pemerintah yang diinginkan apa? Dana?

Dana bisa, tapi sebetulnya dananya dalam bentuk tertentu. Misalnya lebih diberikan ke PT DI, bukan kepada kami. Nanti PT DI kontribusi dengan dia punya desain, kita kasih dia kerjaan, tapi dibayar oleh pemerintah.

Atau (dukungan) fasilitas yang kita gunakan perlu diperbaiki. Kayak terowongan angin, laboratorium. Jadi kemampuan institusi mitra kita dalam hal pengembangan pesawat terang ini perlu diperbaiki disesuaikan dengan keperluan dan status quo di dunia ini, karena bertahun-tahun tak diperhatikan. Seolah-olah diabaikan.

Pak Habibie pernah minta BUMN perbankan kita yang kucurkan dana? Tanggapan Anda?

Perbankan memang saat ini tak bisa biayai pengembangan. Dia bisa itu kalau sudah produksi, dia beri modal kerja.

Untuk pengembangan, saya pribadi melihat belum bisa. Dan itu disadari oleh kita. Dalam hal pengembangan, uang yang kita pakai tidak bisa ambil loan. Biasanya bank kasih kalau sudah jadi (produknya).

Sudah ada sinyal dari perbankan untuk kucurkan dana?

Saya bukan direksi. Kita ada direktur keuangan. Tanya ke mereka saja. Kalau bank, apakah ada sinyal tanya ke mereka. Kalau ini belum, atau pernah ada (mungkin), tapi (setahu saya) enggak sampai ada signal, saya enggak sadar (soal itu).

Berapa dana yang dibutuhkan agar R80 bisa sampai terbang?

US$700 juta sampai jadi. Kita sudah spend sebagian dari itu, tapi saya nggak boleh sebut. (tertawa).

Skema sokongan dana pembuatan R80 dari mana saja?

Selama ini ya dari pribadi. Patungan, kan ada penanam saham kan. Memang enggak dari luar (negeri). Kalau dari luar itu untuk tahap berikutnya. Tapi memang saya cari dana dari luar bukan dari dananya, bukan juga dengan perbankan, tapi lebih ke partner.

Seperti Air Bus, itu kan perusahaan patungan. Ada beberapa negara ada Perancis, Jerman, ada dikit (sahamnya) Inggris.

Jadi kalau dicari financing-nya ya dari partner-partner mereka. Yang sedang kita kerjakan, itu. Sedang diskusi intensif dengan beberapa partner internasional yang potensial. Tapi belum ada (yang jadi).

Tahap desain ada ceritanya? Berubah berapa kali misalnya?

Desain kalau kita lihat sih stabil, kalau kita desain kan penampilan. Pesawat kan terdiri dari ratusan ribu part. Kita belum ke situ, kita lebih ke makro, lebih ke penampilan, ukuran berapa meter.

Jadi nanti sepakat, dengan sebagai purwarupa secara umum. Bagaimana membuatnya, ada penjabaran awal, desain awal jadi desain rinci.

Butuh seribu insinyur, kita bisa libatkan PT DI, atau dari luar nanti yang nantinya mereka meminta saham sebagai nilai tambah.

Tapi kita belum kesitu. Desain awal kita akhiri semester pertama tahun depan. (tahap) Desain itu anak bangsa semua. karena kemampuan di Indonesia itu lebih lengkap.

Dengan kata lain, potensi dari segi SDM untuk industri pesawat terbang di Indonesia, itu yang menetap dan hidup di luar dan di Indonesia cukup bagus dan lengkap.

Ada komitmen komponen lokal dari R80 ini?, apa saja?

Realistisnya saya nggak bisa hitung, tapi dilihat dari komponen dan sub komponen yang paling besar kan engine, avionik, kaki atau landing gear, sistem untuk belok pesawat, kan di dalam ada aquator, ada sistem hidrolik. Itu belum bisa kita penuhi. Itu nanti suatu saat.

Jadi ‘rasa’ lokalnya dalam pesawat R80 apa?

Desain dari kita, kita yang menentukan, di mana kode serinya, itu yang paling penting. Kalau tidak penuhi itu, seperti perusahaan otomotif ya, kan semuanya prinsipalnya dari luar, dia menentukan siapa saja suplier-nya.

Jadi keberpihakan industri lokalnya beda, bukan tidak ada. Karena mereka (prinsipal) datang dengan ekosistem yang ada dari negara mereka masing-masing.

Kalau Jepang dan Jerman sudah sangat familiar dengan perusahaan sub, Jerman juga demikian. Industri lokalnya kontribusinya itu avionik, landing gear, flight control system, dan masih ada yang lainnya, interior, seat toilet-nya, dapurnya, jasa engineering, perawatannya, sparepart line-nya dan leasing-nya.

R80 bisa dikatakan kategori baru?

Iya. Di nasional belum ada.

Keunggulannya dengan pesawat lain yang sudah ada?

Yang penting irit. 10-15 persen lebih irit. Itu yang paling penting dalam airline. Karena cash operator airline, 30-50 persen itu fuel. Kalau mahal atau mahalnya itu tak seperti fuel, financing cost itu 10-15 persen. Maksud saya, airline beli pesawat jarang beli tunai, semua biasanya pakai leasing kayak rental bulanan.

Jadi bulanan itu dibanding sama fuel cost-nya, itu kecil. Ya katakanlah lebih senang pesawat itu lebih mahal tapi lebih irit, totalnya lebih baik dari (versi pesawat) terdahulu.

Tapi pengertiannya ya pesawat yang lebih irit itu biasanya pakai teknologi modern, susah itu. Airline memang menekankan keiritan, ya (opsinya) lebih cepat ganti pesawat, lebih update. Keiritan sangat dominan dalam laba rugi mereka.

Selain keiritan, keunggulan lainnya?

Mungkin saya bilang (R80) berada di satu sektor yang tidak ada saingannya. Pesawat sejenis berhenti di 72 penumpang, itu (pesawat) ATR. Kita mulai dari 80 (seat). Kalau pesawat terbang turboprop itu lebih kecil semuanya, kita lebih besar semuanya, kita jawab kebutuhan tinggi di masa mendatang.

Banyak airport itu kan menampung kapasitas. Yang lebih efisien itu, ya tambah kapasitas, jadi dibesarkan (kapasitas penerbangannya). Kita dengan turborpop menjawab kebutuhan dan keperluan yang ada.

Lisensi R80 belum diurus?

Kalau sudah ini (proses pengerjaan), yakin dalam waktu 5 tahun selesai. Kalau nggak (yakin) buat apa kita seperti ini. Karena belum selesai, kita ya belum berani (urus lisensi). Kita ada kenal semuanya dengan mereka (yang urus izin).

Ibaratnya tinggal pencet tombol gitu saja ya izinnya?

(Tertawa)..orang sudah kenal semuanya, tapi jangan sepelekan sertifikasi, tapi penting sertifikasi itu diurus. Sebab ini menyangkut keselamatan pesawat (dan penumpangnya). Mudah-mudahan dalam jumlah banyak akan dapat sertifikasi secara profesional.

Yang penting pesawat ini harus safe, harus!. Ini nomor satu. Yang kedua, ini harus jangan kalahkan safe dengan efisiensi. Penting safe itu, siapa yang mau terbang kalau nggak aman.

Anda digadang-gadang menjadi penerus BJ Habibie, menciptakan pesawat dan muncul sebagai tokoh inovator. Tanggapan Anda?

Saya tidak pungkiri hal tersebut, ada kesan seperti itu. Kalau buat saya sih saya memang orang yang suka dengan pesawat, itu satu.

Saya memang latar belakangnya sama. Pak Habibie itu kan insinyur pesawat terbang, saya juga. Kedua, banyak dari pengalaman kerja yang mirip. Saya pernah bekerja di universitas, sebagai dosen, bapak juga pernah. Pernah bekerja di industri dalam dan luar negeri, bapak juga pernah.

Yang saya belum atau tidak, ya ada di pemerintahan. Saya memang dalam hal itu, kalau dari segi latar belakang lainnya mirip. Dan banyak yang bilang, ‘Ilham kamu itu kok kalau dilihat mirip bapak ya’, ya logatnya, cara jalannya, ekpresinya mirip, penampilan mirip. Mungkin karena itu (jadi digadang seperti Habibie).

Tapi buat saya, itu yakin, ini idealisme saya buat negara kita, penting itu. Bukan yang penting kita perlu dan punya pesawat. Tapi ini adalah contoh tunjukkan bahwa kita mampu membuat pesawat terbang. Kalau bisa buat itu, yang lainnya, kita jelas-jelas mampu.

Jadi ini meningkatkan pede bagi bangsa kita. Itu penting, jadi jangan dianggap kecil.

Prospek industri kedirgantaraan kita bagaimana?

Menurut saya, yang paling penting dalam hal mengerti masa depan industri adalah bagaimana masa depan negara ini untuk penggunaan dalam negeri. karena biasanya perusahan besar lain, Boeing kan terkenal ya. Kenapa dia bisa kuat, karena dia punya dukungan pasar dalam negeri yang besar.

Jadi dengan adanya dukungan dalam negeri, produk mereka sudah terjual di AS sendiri, nggak usah ekspor. Begitu juga Airbus. Sebelum dibentuk, perusahaan di Eropa kurang berkembang, karena pasarnya kecil.

Tapi sekarang karena industrinya digabung oleh tiga negara, yaitu Jerman, Perancis dan Spanyol, pasarnya menjadi lebih luas. Pasar domestik Airbus paling tidak dari tiga negara itu.

Logika itu menurut saya juga harus diterapkan di Indonesia. Kita lihat misalnya dengan mata kepala kita sendiri, tiap tahun berapa ratus pesawat terbang yang kita pesan. Buat industri itu memang tidak bisa otomatis itu akan beli semua dari Indonesia, tapi kedekatan pasar dengan produsen itu penting.

Contohnya, kita dari awal sudah bentuk kelompok yang dinamakan airline working group. Ada tujuh anggota, di antaranya tiga airline yang sudah tanda tangani Letter of Intent (LoI) untuk beli R80.

Tapi mengapa mereka tandatangani itu, karena mereka kenal desain ini dari awal, mereka sangat familiar dengan produk ini dan apa yang mereka berikan (masukan) kita sangat perhatikan.

Jadi itu memang logikanya, asal produsen itu deket dengan pasar, ya dia bisa kemungkinan bisa sukses lebih tinggi. Pesawat terbang sangat diperlukan di Indonesia, pelanggan awal (launch customer) di Indonesia secara perusahaan itu banyak. Dan yang sudah tanda tangan itu NAM Air (100), Kalstar (25) dan Trigana (35), total 155 pesawat.

Ekosistem dirgantara di Indonesia yang perlu dikembangkan apa?

Menurut saya kita mulai dari pesawat, ini sebagai sistem-sistem, yang paling penting, peran sertanya itu dimulai dari Indonesia. Kayak landing gear, engine, avionik, saat ini kita masih kirim 60 persen dari pekerjaan Maintenance, Repair and Overhaul (MRO), karena kapasitas di Indonesia tidak cukup.

Jadi itu satu, dengan adanya support itu, merupakan inti dari bisnis. Jadi kalau jumlah pekerjaan itu makin banyak, dia lihat ada bisnis itu bisa mulai profit, single part atau lainnya. Suatu saat dia berkembang ke Indonesia dan lebih memperhatikan Indonesia sebagai operasi untuk beroperasi secara utuh. Itu disebut sebagai progresive manufacturing plan (PMP).

Progresive, secara bertahap implementasi rencana untuk kembangkan industri manufakturing. Skenario lainnya dukung perkembangan perusahaan penyedia jasa, misalnya ada perusahan lain yang sediakan engineer, programmer, teknisi lain itu, itu dominan factor selain sub kontrak atau sub-sub kontrak tadi.

Dukungan pemerintah untuk industri dirgantara kita? industri lain kan ada dukungan pemerintah untuk ekosistem agar lebih mature?


Kalau dilihat dalam hal ini, bukan hanya pimpinan negara atau satu dua level di bawah mereka, tapi juga kepala yang bekerja di institusi tersebut. Kita perlu dukungan mereka. Keputusan bekerja sama dengan institusi mereka itu tidak dipaksakan dari atas, tapi langsung ke institusi dan mereka mau bantu.

Bentuknya?

Misalnya lebih ke penyediaan man power.

Kendala pengembangan industri dirgantara kita apa?

Kita belum punya produk yang bisa dijual dalam skala komersial besar. Jadi PT DI, dia jual CN 235, CN 295 tapi karena tidak banyak yang jual, ya efek sampingan pada industri suplier ke PT DI tak banyak, tak sebanyak dan tak optimal.

PT DI kan sempat merosot 1998, saat ini Anda melihat sudah ada titik baliknya?

Keadaan sudah jauh lebih baik dari sepuluh tahun lalu. Tantangannya tetep cari pendapatan sesuai dengan keperluan.

Karena mereka setelah direstrukturisasi pun, 4500 orang mereka masih ada di situ. Itu SDM yang mahal. Kalau tidak dikembangkan, skill mereka akan lupa, bagaimana mendesain, (jadi perlu) ada prakteknya. Kemampuannya sudah cukup baik.

PT RAI dan PT DI tidak saling mengkanibal peran?

Fokus PT DI hampir saat ini masih diproduksi pesawat militer angkutan, itu NC 211, CN 235 dan CN 295. Dia pun kodifikasi NC 211 itu 22 penumpang, CN 235 dia untuk 40-an penumpang. Jadi pesawat terbang dibawah lisensi, pertama disebut lisensor, yang kedua lisensi, yang memberi lisensi.

Kita fokusnya benar-benar pesawat untuk turborpop komersial, PT DI pesawat terbang angkutan tapi multiguna, bisa digunakan untuk militer. N250 lebih ke sipil.

Kita untuk sipil, suatu saat kita akan lakukan variasi. R80 dibuat untuk sipil, untuk airline, tapi banyak potensi untuk menggunakan R80 untuk pertahanan, itu ada, tapi saat ini masih susah karena semuanya melalui proses yang sama.

Jadi gini PT DI saat ini lebih ke militer, waktu NC 211 penekanan di militer, CN 235 sama saja di situ kembangkan Cassa dan IPTN, yang di atas 235 belum ada rencana lain selain proyek 245, itu katanya lebih ke komerial.

Bagaimanapun 245 itu derivatif dari 235, harus mulai desain dari awal. Dia tinggal perpanjang sedikit upgrade kurang lebih N245 jadi lebih panjang. Untuk buat desain yang total baru, seperti R80 dengan 80 penumpang, itu belum.

Apa benar ada tekanan asing terhadap industri dirgantara kita?

Bisa jadi, kita tidak tahu apa yang ada dibelakang MoU IMF pada 1998 itu, karena sangat mengherankan kenapa 119 butir itu ditulis tapi umum, sampai satu butir, ada nama dan mereka minta pemerintah kita setop pendanaan proyek N250, karena N250 bagi mereka adalah terlalu banyak gunakan dana pemerintah yang seharusnya lebih diperlukan di tempat lain. Itu yang dipandang IMF.

Konteks sekarang bagaimana?

Ya ada business to business, ada sikap pemerintahan sendiri itu berubah sangat mendukung. Program nasional itu sudah dinyatakan Presiden di depan umum, tapi ingin semaksimal mungkin. Momentumnya ya sekarang, kita desain awalnya, dan kalau ini nanti dikatakan bapak presiden sebagai program nasional, bukan hanya dukungan dari rakyat saja, tapi perusahaan-perusahaan yang ada kepentingan dalam hal ini, akan lebih banyak (beri dukungan).

Apa harapan Anda dari R80 ini?

Bahwa kita ini sukses dengan membuat mendesain mensertifikasi dan suplai ke pasar terutama pasar dalam negeri. Kita minta izin ke tiga pembeli itu sebagian permintaan dari luar negeri ya kita penuhi.

Yang penting kita sukses, bahwa customer kita dan penumpang puas. Karena pesawat terbang ini sudah cepat dan mestinya aman. Ketiga, handal, nyaman bagi semuanya. Pesawat ini dibandingkan yang lainnya bukan hanya lebih panjang tapi juga lebarnya juga kita pertimbangkan.

Karena kalau kita kembangkan pesawat, itu harus bisa jadi platform bisa 30-40 tahun. Boeing 737 itu kembangkan 1965, sampai sekarang itu dan beberapa tahun mendatang sudah 50 tahun, tapi masih ada variasi. Ada persamaan pertama dan terakhir, misalnya dimensi kokpit. Kita buat platform yang bisa mendatangkan bermanfaat kita lebih lama.

   Vivanews  

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More