blog-indonesia.com

Kamis, 13 Februari 2014

Inggris Banjir Parah, Badan Meteorologi: Salahkan Indonesia!

Inggris Banjir Parah, Badan Meteorologi: Salahkan Indonesia!London Amerika Serikat beku, sementara banjir di Inggris makin parah. Sungai Thames di Britania Raya meluap, merendam ribuan rumah bahkan merenggut nyawa, menyusul curah hujan paling luar biasa dalam 248 tahun.

Apa penyebabnya? Ada yang menyebut ini 'kutukan' gara-gara Inggris melegalkan pernikahan homoseksual. Penjelasan yang lebih ilmiah diutarakan ilmuwan yakni perubahan iklim. Sementara, Badan Meteorologi Inggris (Met Office) secara khusus menuding Indonesia: 'Salahkan Indonesia'.

Sejumlah media internasional memuat tudingan itu. Misalnya Bloomberg memuat artikel berjudul 'England Floods, Blame Indonesia'. Pun dengan Long Island Newsday, memuat 'Champion: Can't stand the winter? Blame Indonesia, says Britain'.

Lho, apa salah Indonesia?

Disebut, cuaca ekstrem di kedua sisi Atlantik terhubung dalam semacam efek kupu-kupu (butterfly effect) -- ketergantungan yang sensitif terhadap kondisi awal -- yang dimulai di Pasifik dan berakhir di Eropa.

Seperti Liputan6.com kutip dari Reuters, Kamis (13/2/2014), Badan Meteorologi Inggris menyebut, cuaca ekstrem di AS dan Inggris disebabkan oleh kenaikan suhu di pesisir Indonesia dan bagian wilayah tropis di barat Pasifik.

Atau dengan kata lain, "gangguan" dalam aliran sistem cuaca (jet stream) di Atlantik Utara dan Pasifik, sebagian berasal dari perubahan pola cuaca di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, dan berhubungan dengan suhu yang lebih tinggi dari biasanya di wilayah itu.

Pola tetap peningkatan curah hujan -- 50 persen lebih tinggi dari kondisi normal pada Desember dan Januari -- menciptakan angin barat yang menarik badai dari Pasifik bagian utara, mengaitkan sistem cuaca di wilayah tropis dengan area lain yang dekat dengan kutub.

"Cuaca ekstrem yang terjadi di dua sisi Atlantik, terkait dengan pola tetap gangguan aliran sistem cuaca di atas Samudera Pasifik dan Amerika Utara," demikian laporan yang disusun Met Office dan Centre for Ecology and Hydrology.

"Ada hubungan yang kuat antara cuaca penuh badai di Inggris pada Desember dan Januari dengan ganguan aliran sistem cuaca (jet stream) di hulu ke Amerika Utara dan Pasifik Utara."

Penyimpangan dalam aliran sistem cuaca mirip dengan apa yang disebut "La Nina", fase dingin dari siklus El Nino Southern Oscillation (ENSO) -- di mana suhu permukaan laut Pasifik di Peru lebih dingin dari biasanya.

Namun, fakta menunjukkan bahwa suhu permukaan laut di Pasifik di area khatulistiwa mendekati normal. Juga tidak ada tanda-tanda kondisi baik La Nina atau El Nino.

Hujan Deras di Indonesia

Kemudian ditemukan, faktor penting bagi penyimpangan aliran cuaca adalah hujan deras di atas Indonesia dan Pasifik Barat tropis yang datang bersama La Nina.

Curah hujan di seluruh Indonesia berperan menarik badai ke wilayah itu dari Pasifik Utara dan membantu membelokkan aliran sistem cuaca.

Tahun ini jet stream Pasifik Utara dibelokkan lebih jauh ke utara dari biasanya. Akibatnya, cuaca kutub yang superdingin menyapu turun di Kanada dan Amerika Serikat -- sampai sejauh Texas, ketika berbelok lebih ke selatan.

Saat udara dingin kutub berinteraksi dengan suhu yang lebih hangat yang melintasi Atlantik, kondisi itu memperkuat jet stream Atlantik dan ikut berkontribusi menghasilkan serangkaian badai yang luar biasa.

"Jet stream Atlantik Utara 30 persen lebih kuat dari biasanya pada bulan Desember dan Januari." Demikian ujar Badan Meteorologi Inggris.

Dan serangkaian depresi atau tekanan udara yang luar biasa intens terbentuk di Atlantik, termasuk badai parah yang menyapu seluruh Inggris pada 4-5 Desember, 24 Desember, 5-6 Januari, 5 Februari dan 7-8 Februari.

Depresi yang terbentuk pada 5 Januari amatlah besar, sampai menutupi seluruh Atlantik Utara.

Dan, hasilnya adalah banjir dahsyat. Intensitas hujan lebih dari 37 cm turun di kawasan selatan dan tenggara Inggris selama bulan Desember dan Januari. Menjadi yang tertinggi sejak 1910.

Sebelumnya, ilmuwan Badan Meteorologi atau Met Office, Dame Julia Slingo mengatakan, perubahan iklim menjadi salah satu faktor penyebab banjir. "Semua bukti menunjukkan, ada hubungan antara banjir dengan perubahan iklim," kata dia seperti dimuat BBC, 9 Februari 2014.

Meski perubahan iklim bukan satu-satunya faktor dan tak bersifat mutlak, "Tak ada bukti untuk melawan premis dasar bahwa dunia yang makin panas akan menyebabkan hujan yang lebih intensif per hari atau per jamnya." (Ein/Sss)

  Liputan 6  

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More